Hakikat Pendidikan Sekolah Dasar
HAKIKAT PENDIDIKAN SEKOLAH DASAR
Definisi Pendidikan
Pendidikan memiliki kekuatan (pengaruh) yang dinamis
dalam kehidupan manusia dimasa depan. Pendidikan dapat mengembangkan berbagai
potensi yang dimilikinya secara optimal, yaitu pengembangan potensi individu
dalam aspek fisik, intelektual, emosional, social, dan spiritual sesuai dengan
tahap perkembangan serta karateristik lingkungan fisik dan lingkungan
sosiobudaya dimana dia hidup.
Dalam dictionary
of education bahwa pendidikan adalah:
1. Proses, dimana seseorang
mengembangkan kemampuan, sikap, dan bentuk-bentuk tingkah laku lainnya di dalam
masyarakat dimana dia hidup
2. Proses sosial, dimana seseorang
dihadapkan pada pengaruh lingkungan yang terpilih dan terkontrol (khususnya
yang dating dari sekolah) sehingga dia dapat memperoleh atau mengalami
perkembangan kemampuan sosial dan kemampuan individu yang optimum.
Pengertian tersebut mirip dengan pendapat G. Thompson
(1957) yang menyatakan bahwa pendidikan adalah pengaruh lingkungan atas
individu untuk menghasilkan perubahan-perubahan yang tetap didalam kebiasaan,
pemikiran, sikap-sikap dan tingkah laku.
Beberapa ciri umum dalam pendidikan, yaitu:
1. Pendidikan harus memiliki tujuan,
yang pada hakikatnya adalah pengembangan potensi individu yang bermanfaat bagi
kehidupan pribadinya maupun bagi warga Negara atau warga masyarakat lainnya
2. Untuk mencapai tujuan tersebut,
pendidikan perlu melakukan upaya yang disengaja dan terencana yang meliputi
upaya bimbingan, pengajaran dan pelatihan.
3. Kegiatan tersebut harus diwujudkan
didalam lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat yang lazim disebut dengan
pendidikan formal, informal dan nonformal.
Di dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2
Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional atau yang lebih dikenal dengan
sebutan UUSPN pasal 1 ayat 1 dinyatakan bahwa “Pendidikan adalah usaha sadar
untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan/atau
latihan bagi peranannya di masa yang akan datang”.
Tilaar (1999:28) merumuskan hakikat pendidikan sebagai
suatu proses menumbuhkembanglkan
eksistensi peserta didik yang memasyarakat, membudaya, dalam tata kehidupan
yang berdimensi lokal, nasional, dan global.
Rumusan hakikat pendidikan tersebut memiliki
komponen-komponen sebagai berikut:
1. Pendidikan merupakan proses
berkesinambungan. Proses pendidikan mengimplikasikan bahwa peserta didik
memiliki kemampuan-kemampuan yang immanent (tetap ada) sebagai makhluk sosial,
dan juga mengimplikasikan bahwa manusia adalah makhluk yang tidak pernah
selesai
2. Proses pendidikan berarti
menumbuhkembangkan eksistensi manusia. Artinya bahwa keberadaan manusia adalah
suatu keberadaan interaktif
3. Eksistensi manusia yang
memasyarakat. Proses pendidikan adalah proses mewujudkan eksistensi manusia
yang memasyarakat
4. Proses bermasyarakat dan membudaya
mempunyai dimensi waktu dan ruang. Proses tersebut dapat menembus dimensi masa
lalu, kini dan masa depan. Selain itu berkat kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi komunikasi, proses pendidikan juga dapat menembus dimensi lokal,
nasional, regional dan global.
Dalam proses pendidikan terjadi proses perkembangan.
Pendidikan adalah proses membantu peserta didik agar berkembang secara optimal,
yaitu berkembang setinggi mungkin sesuai dengan potensi dan sistem nilai yang
dianutnya dalam masyarakat. Pendidikan bukanlah proses memaksakan kehendak guru
kepada peserta didik, melainkan upaya menciptakan kondisi yang kondusif bagi
perkembangan anak yaitu kondisi yang memberi kemudahan kepada anak untuk
mengembangkan dirinya secara optimal. Ini berarti bahwa didalam proses
pendidikan anak aktif mengembangkan diri dan guru aktif membantu menciptakan
kemudahan untuk perkembangan yang optimal itu.
Atas dasar pemahaman tentang beberapa definisi
pendidikan maka dapat mendefinisikan Pendidikan
Sekolah Dasar bukan hanya memberi bekal kemampuan intelektual dasar dalam
membaca, menulis dan berhitung saja melainkan juga sebagai proses mengembangkan
kemampuan dasar peserta didik secara optimal dalam aspek intelektual, social,
dan personal untuk dapat melanjutkan pendidikan di SLTP atau sederajat.
Pendidikan dasar merupakan pendidikan yang lamanya 9
tahun yang diselenggarakan selama 6 tahun di sekolah dasar dan 3 tahun di
sekolah lanjutan tingkat pertama atau satuan pendidikan yang sederajat.
Tujuan dan Fungsi Pendidikan
A. Tujuan Pendidikan SD
Tujuan pendidikan merupakan gambaran kondisi akhir
atau nilai-nilai yang ingin dicapai dari suatu proses pendidikan. Tujuan
pendidikan memiliki 2 fungsi, yaitu (1) menggambarkan tentang kondisi akhir
yang ingin dicapai, dan (2) memberikan arah dan cara bagi semua usaha atau
proses yang dilakukan.
1. Acuan tujuan pendidikan SD
Tujuan pendidikan SD sebagaimana halnya dengan tujuan
satuan lembaga pendidikan lainnya harus selalu mengacu pada tujuan pendidikan
nasional dan tujuan pendidikan dasar serta memperhatikan tahap dan
karakteristik perkembangan siswa, kesesuaiannya dengan lingkungan dan kebutuhan
pembangunan daerah, arah pembangunan nasional, serta memperhatikan perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi serta kehidupan umat manusia secara global.
Tujuan pendidikan nasional, sebagaimana yang
ditetapkan dalan GBHN adalah mencerdaskan
kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia
yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti
luhur, memiliki pengetahuan dan nalar, keterampilan, kesehatan jasmani dan
ohani, kepribadian yang mantap dan mandiri, serta tanggung jawab kemasyarakatan
dan kebangsaan.
Dengan mengacu pada tujuan nasional, sebagaimana yang
ditetapkan di dalam Kurikulum Pendidikan Dasar (1993), tujuan pendidikan dasar
adalah memberikan bekal kemampuan dasar
kepada siswa untuk mengembangkan kehidupannya sebagai pribadi, anggota
masyarakat, warga Negara dan anggota umat manusia serta mempersiapkan siswa
untuk mengikuti anggota.
Upaya dalam mengembangkan kehidupan siswa sebagai
pribadi adalah:
a. Memperkuat dasar keimanan dan
ketakwaan
b. Mengembangkan sikap dan kebiasaan
hidup yang baik
c. Memberikan pengetahuan dan
keterampilan dasar
d. Memelihara kesehatan jasmani dan
rohani
e. Meningkatkan kemampuan belajar
f. Membentuk kepribadian yang mantap dan
mandiri
Upaya mengembangkan siswa sebagai anggota masyarakat
adalah:
a. Memperkuat kesadaran untuk hidup
bersama dengan orang lain
b. Menumbuhkan rasa tanggung jawab
sosial
c. Memberikan pengetahuan dan
keterampilan dasar yang diperlukan untuk berperan dalam kehidupan bermasyarakat
Upaya dalam mengembangkan siswa sebagai warga Negara
adalah:
a. Mengetahui hak dan kewajibannya
sebagai warga negara Republik Indonesia
b. Menumbuhkembangkan rasa tanggung
jawab terhadap kemajuan bangsa dan negara
c. Memberikan pengetahuan dan
keterampilan dasar yang diperlukan untuk berperan serta dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara
Sedangkan upaya dalam mengembangkan siswa sebagai
anggota umat manusia adalah:
a. Meningkatkan harga diri sebagai
bangsa yang merdeka dan berdaulat
b. Meningkatkan kesadaran tentang hak
asasi manusia
c. Memberikan pengertian tentang
pentingnya ketertiban dunia
d. Meningkatkan kesadran akan
pentingnya persahabatan antarbangsa
2. Tujuan pendidikan SD
Tujuan pendidikan SD mencakup pembentukan dasar
kepribadian siswa sebagai manusia Indonesia seutuhnya sesuai dengan tingkat
perkembangan dirinya, pembinaan pemahaman dasar dan seluk beluk ilmu
pengetahuan dan teknologi sebagai landasan untuk belajar pada jenjang
pendidikan yang lebih tinggi dan hidup dalam masyarakat.
Tujuan pendidikan di SD yaitu:
a. Memberikan kemampuan membaca,
menulis dan berhitung
b. Memberikan pengetahuan dan
keterampilan dasar yang bermanfaat bagi siswa sesuai dengan tingkat
perkembangannya
c. Mempersiapkan siswa untuk mengikuti
pendidikan di SLTP
3. Fungsi pendidikan SD
Fungsi yang sangat mendasar dan menonjol dari
pendidikan SD adalah fungsi edukatif daripada fungsi pengajaran, dimana upaya
bimbingan dan pembelajaran diorientasikan pada pembentukan landasan kepribadian
yang kuat.
Fungsi pengembangan dan peningkatan merupakan
penjabaran dari fungsi edukatif yang harus dilaksanakan secara sistematis dan
berkesinambungan.
Fungsi pendidikan menurut Umar Tirtarahardja dan La
Sula yaitu:
a. Proses transformasi budaya
b. Proses pembentukan pribadi
c. Proses penyiapan warga negara
d. Proses penyiapan tenaga kerja
Dalam konteks fungsi-fungsi pendidikan, Abin
Syamsuddin Makmun (1996) mengemukakan implikasinya bagi tugas dan peran yang
harus dijalankan oleh guru bahwa guru harus berperan sebagai berikut:
a. Konservator (pemelihara)
b. Transmitor (penerjemah)
c. Transformator (penerjemah)
d. Organisator (penyelenggara)
Fungsi pendidikan SD harus mengacu pada fungsi
pendidikan nasional yang intinya mengembangkan kemampuan dan meningkatkan mutu
kehidupan, harkat dan martabat manusia dan masyarakat Indonesia dalam upaya
mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
Prinsip-pinsip Pendidikan di SD
Membahas tentang prinsip pendidikan berarti membahas
tentang aturan hukum, sikap atau bagaimana seharusnya pendidikan.
Prinsip-prinsip pendidikan yang dikemukakan di bawah ini diambil dari
perspektif pendidikan. Perspektif ini
digunakan karena peserta didik atau siswa menjadi titik sentral dalam
pendidikan. Perspektif di Negara kita masih kurang diperhatikan karena berbagai
faktor, antara lain kebudayaan pendidikan kita memperlakukan anak.
Sayidiman (2000), mengemukakan pendapatnya bahwa inti
dari budaya pendidikan di Era Indonesia Baru adalah terwujudnya pendidikan uanh
menempatkan anak didik sebagai titik sentral. Sementara selama 32 tahun ini,
yang menjadi titik sentral itu adalah pemerintah dengan segala peraturannya.
Sekalipun seandainya yang menjadi titik sentral itu adalah guru sebagai
pendidik langsung kepada siswa di sekolah, masih lumayan. Akan tetapi untuk
masa depan hal ini pun masih kurang tepat, terlebih jika pemerintah yang
menjadi titik sentral.
Sunaryo Kartadinata (1996), menjelaskan prinsip-prinsip
perkembangan siswa SD dan kesepandanannya dengan prinsip-prinsip pendidikan SD
Prinsip-prinsip perkembangannya adalah berikut ini.
1. Perkembangan adalah proses yang
tidak pernah berakhir, oleh karena itu pendidikan atau belajar merupakan proses
sepanjang hayat.
2. Setiap anak bersifat individual dan
berkembang dalam percepatan individual. Walaupun guru memahami dan memegang
patokan atau target tertentu, namun guru harus tetap memperhatikan keragaman
siswa secara individual dalamaspek fisik, psikis, dan sosial.
3. Semua aspek perkembangan saling
berkaitan. Pendidikan jasmani harus menjadi wahana bagi perkembangan aspek
lainnya, begitu pula proses pembelajaran bidang studi lainnya harus selalu
dikaitkan dengan berbagai aspek perkembangan anak.
4. Perkembangan itu terarah dan dapat
diramalkan. Perkembangan individu memiliki sekuinsi tertentu dan dapat menjadi
arah perkembangan. Secara umum perkembangan manusia itu adalah sebagai berikut.
a. Bergerak dari kepala ke kaki atau
dari pusat ke bagaian.
b. Bergerak dari struktur ke fungsi.
c. Bergerak dari konkret ke abstrak.
d. Bergerak dari egosentris ke
perspektif menuju pemahaman.
e. Bergerak dari heteronom ke otonom.
f.
Bergerak
dari absolutisme ke relativisme.
g. Bergerak spiral ke arah tujuan.
Dengan mengacu kepada aspek
karakteristik serta prinsip perkembangan siswa SD yang dideskripsikan di atas
maka dapat dikemukakan prinsip-prinsip pendidikan, terutama prinsip-prinsip
pembelajaran di SD, yaitu proses
pembelajaran di SD harus bersifat terpadu dengan perkembangan siswa, baik
perkembangan fisik, kognitif, sosial, moral maupun emosional. Artinya
pengembangan bahan ajar dan proses pembelajaran di SD harus mengacu dari
prinsip ketercernaan bagi peserta didik. Dengan kata lain tugas ajar dan bahan
ajar dilaksanakan sejalan dengan karakteristik perkembangan siswa, terutama di
kelas-kelas awal.
Menurut pendapat Sunaryo Kartadinata
(1996: 68-71), Aspek keterpaduan perkembangan dan belajar, prinsip-prinsip
pendidikan adalah sebagai berikut ini.
a. Guru sekolah dasar harus selalu
peduli dan memahami anak sebagai keseluruhan.
b. Kurikulum dan proses pembelajaran di
SD harus bersifat terpadu.
Prinsip yang relevan dan penting
bagi pembelajaran ialah bahwa anak usia sekolah dasar harus dihadapkan kepada
kegiatan aktif daripada kepada kegiatan pasif.
Dari aspek perkembangan kognitif,
prinsip-praktis bagi anak usia sekolah dasar adalah sebagai berikut.
a. Kurikulum atau proses pembelajaran
harus menyajikan bahan ajaran yang sepadan dengan perkembangan anak yang
memungkinkan mereka melakukan eksplorasi, berpikir, dan memperoleh kesempatan
untuk berinteraksi dan berkomunikasi dengan anak lain dan orang dewasa. Ini
berarti bahwa kurikulum harus bermakna bagi anak itu sendiri.
b. Prinsip praktis yang relevan dengan
pembelajaran ialah bahwa anak usia sekolah dasar harus diberi kesempatan untuk
bekerja dalam kelompok kecil, dan guru menciptakan kemudahan diskusi diantara
anak dengan jalan memberikan komentar dan dukungan atas pendapat dan gagasan
anak.
Dari aspek perkembangan
sosial-emosional dan moral, prinsip praktis yang relevan adalah sebagai berikut
ini.
a. Guru perlu mengetahui pentingnya
pengembangan hubungan kelompok positif serta mengembangkan kesempatan dan
dukungan bagi kerja sama kelompok yang tidak sekedar mengembangkan ranah
kognitif, tetapi juga meningkatkan interaksi sebaya
b. Untuk mengembangkan perasaan mampu
ini, anak usia sekolah dasar perlu memperoleh pengetahuan dan keterampilan yang
diakui oleh budayanya sebagai sesuatu yang penting terutama kecakapan membaca,
menulis, dan berhitung.
c. Guru dan orang tua perlu membantu
anak menerima kata hatinya dan memperoleh kemampuan mengendalikan diri.
Perkembangan Kognitif Pada Anak
Seorang ahli Psikologi
mengungkapkan ada beberapa tahapan perkembangan kognitif pada anak, diantaranya
adalah:
1. Stadium sensori-motorik (0-18 atau 24
bulan)
Piaget berpendapat bahwa dalam perkembangan
kognitif selama stadium sensori motorik ini, inteligensi anak baru nampak dalam
bentuk aktivitas motorik sebagai reaksi simulasi sensorik. Dalam stadium ini
yang penting adalah tindakan konkrit dan bukan tindakan imaginer atau hanya
dibayangan saja. Piaget menamakan proses ini sebagai proses desentrasi, artinya
anak dapat memandang dirinya sendiri dan lingkungan sebagai dua entitas yang
berbeda. Sebelum usia 18 bulan, anak belum mengenal object permanence. Artinya,
benda apapun yang tidak ia lihat, tidak ia sentuh, atau tidak ia dengar
dianggap tidak ada meskipun sesungguhnya benda itu ada. Dalam rentang 18 – 24 bulan
barulah kemampuan object permanence anak tersebut muncul secara bertahap dan
sistematis.
2. Stadium pra-operasional (18 bulan—7
tahun)
Stadium pra-operasional dimulai dengan penguasaan
bahasa yang sistematis, permainan simbolis, imitasi (tidak langsung) serta
bayangan dalam mental. Semua proses ini menunjukkan bahwa anak sudah mampu
untuk melakukan tingkah laku simbolis. Anak sudah memiliki penguasaan sempurna
tentang object permanence. Artinya, anak tersebut sudah memiliki kesadaran akan
tetap eksisnya suatu benda yang harus ada atau biasa ada, walaupun benda
tersebut sudah ia tinggalkan atau sudah tak dilihat, didengar atau disentuh
lagi. Jadi, pandangan terhadap eksistensi benda tersebut berbeda dengan
pandangan pada periode sensori motor, yakni tidak bergantung lagi pada
pengamatannya belaka. Pada periode ditandai oleh adanya egosentris serta pada
periode ini memungkinkan anak untuk mengembangkan diferred-imitation, insight
learning dan kemampuan berbahasa, dengan menggunakan kata-kata yang benar serta
mampu mengekspresikan kalimat-kalimat pendek tetapi efektif.
- Berpikir pra-operasional masih sangat egosentris. Anak belum mampu (secara perseptual, emosional-motivational, dan konsepsual) untuk mengambil perspektif orang lain.
- Cara berpikir pra-operasional sangat memusat (centralized). Bila anak dikonfrontasi dengan situasi yang multi-dimensional, maka ia akan memusatkan perhatiannya hanya pada satu dimensi saja dan mengabaikan dimensi-dimensi yang lain dan akhirnya juga mengabaikan hubungannya antara dimensi-dimensi ini.
- Berpikir pra-operasional adalah tidak dapat dibalik (irreversable). Anak belum mampu untuk meniadakan suatu tindakan dengan memikirkan tindakan tersebut dalam arah yang sebaliknya.
- Berpikir pra-operasional adalah terarah statis. Bila situasi A beralih ke situasi B, maka anak hanya memperhatikan situasi A, kemudian B. Ia tidak memperhatikan transformasi perpindahannya A ke B.
- Berpikir pra-operasional adalah transductive (pemikiran yang meloncat-loncat). Tidak dapat melakukan pekerjaan secara berurutan . Dari total perintah hanya satu/ beberapa yang dapat dilakukan.
- Berpikir pra-operasional adalah imaginatif, yaitu menempatkan suatu objek tidak berdasarkan realitas tetapi hanya yang ada dalam pikirannya saja.
3. Stadium operasional konkrit (7—11
tahun)
Cara berpikir anak yang operasional konkrit
kurang egosentris. Ditandai oleh desentrasi yang besar, artinya anak sekarang
misalnya sudah mampu untuk memperhatikan lebih dari satu dimensi sekaligus dan
juga untuk menghubungkan dimensi-dimensi ini satu sama lain. Anak sekarang juga
memperhatikan aspek dinamisnya dalam perubahan situasi. Akhirnya ia juga sudah
mampu untuk mengerti operasi logis dari reversibilitas. Pada dasarnya
perkembangan kognitif anak ditinjau dari karakteristiknya sudah sama dengan
kemampuan kognitif orang dewasa. Namun masih ada keterbatasan kapasitas dalam
mengkoordinasikan pemikirannya. Pada periode ini anak baru mampu berfikir
sistematis mengenai benda-benda dan peristiwa-peristiwa yang konkret.
Ada juga kekurangan dalam cara berpikir
operasional konkrit. Yaitu anak mampu untuk melakukan aktivitas logis tertentu
tetapi hanya dalam situasi yang konkrit. Dengan kata lain, bila anak dihadapkan
dengan suatu masalah (misalnya masalah klasifikasi) secara verbal, yaitu tanpa
adanya bahan yang konkrit, maka ia belum mampu untuk menyelesaikan masalah ini
dengan baik.
4. Stadium operasional formal (mulai 11
tahun)
Pada periode ini seorang remaja telah memiliki
kemampuan mengkoordinasikan baik secara simultan maupun berurutan dua ragam kemampuan
kognitif yaitu :
Kapasitas menggunakan hipotesis; kemampuan
berfikir mengenai sesuatu khususnya dalam hal pemecahan masalah dengan
menggunakan anggapan dasar yang relevan dengan lingkungan yang dia respons dan
kapasitas menggunakan prinsip-prinsip abstrak.
Kapasitas menggunakan prinsip-prinsip abstrak;
kemampuan untuk mempelajari materi-materi pelajaran yang abstrak secara luas
dan mendalam.
- Sifat deduktif-hipotetis:
Dalam menghadapi masalah, anak akan menganalisis
masalahnya dengan penyelesaian berbagai hipotesis yang mungkin ada. Atas dasar
analisisnya ini, ia lalu membuat suatu strategi penyelesaian. Maka dari itulah
berpikir operasional formal juga disebut berpikir proporsional.
- Berpikir operasional formal juga berpikir kombinatoris.
Berpikir operasional formal memungkinkan orang
untuk mempunyai tingkah laku problem solving yang betul-betul ilmiah, serta
memungkinkan untuk mengadakan pengujian hipotesis dengan variabel-variabel
tergantung.
Dengan menggunakan hasil pengukuran tes
inteligensi yang mencakup General Information and Verbal Analogies, Jones dan
Conrad (Loree dalam Abin Syamsuddin M, 2001) menunjukkan bahwa laju
perkembangan inteligensi berlangsung sangat pesat sampai masa remaja, setelah
itu kepesatannya berangsur menurun.
Puncak perkembangan pada umumnya tercapai di
penghujung masa remaja akhir. Perubahan-perubahan amat tipis sampai usia 50
tahun, dan setelah itu terjadi plateau (mapan) sampai dengan usia 60 tahun
selanjutnya berangsur menurun.
Komentar
Posting Komentar